A.
Pengertian
Perkawinan ( Munakahat )
ALLAH
SWT menciptakan manusia didunia ini dalam keadaan berpasang – pasangan, yaitu
terdiri atas laki – laki dan perempuan. Satu dengan yang lainnya saling
membutuhkan hidup bersama. Untuk mengikat kedua jenis tersebut dalam satu
ikatan yang sah maka di syariatkan pernikahan.
Pernikahan
atau perkawinan adalah suatu lembaga kehidupan yang disyariatkan Islam berupa
akad untuk menghalalkan persetubuhan antara pria dan wanita. Nikah dimaksudkan
untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia, yang salah satu tujuannya adalah
mendapatkan keturunan.
Munakahat ( Perkawinan
) merupakan bagian dari hukum islam yang mengatur pernikahan, menetapkan
syarat-syarat dan rukun nikah dan menyebutkan kewajiban yang perlu ditaati oleh
suami maupun istri untuk membetuk suatu keluarga yang bahagia. Secara etimologi ( bahasa ) nikah
artinya berkumpul, bergaul, atau bercampur menjadi satu yang biasa disebut
kawin. Dalam kamus bahasa Indonesia, “nikah” berarti: perjanjian antara laki –
laki dan perempuan untuk bersuami istri ( dengan resmi ) perkawinan.
Secara terminologi
(istilah) nikah adalah suatu akad (ikatan perjanjian) yang disertai ijab qabul
dan menyebabkan halalnya pergaulan seorang laki-laki dan perempuan sebagai
suami istri serta timbulnya hak dan kewajiban bagi keduanya. Dengan adanya
pernikahan yang diatur oleh agama maka menjadi jelaslah perbedaan antara
manusia dan hewan.B. Hukum Nikah
Untuk mencapai keluarga sejahtera yang dikenal dengan “keluarga sakinah” bukanlah merupakan suatu perkara yang mudah, karena itu agama memberi tuntunan dan menetapkan hukum nikah kedalam lima bagian yaitu :
1. Jaiz atau mubah artinya boleh, maksudnya seseorang boleh menikah dan boleh tidak menikah, ini merupakan hukum asal nikah.
2. Sunah yaitu bagi laki-laki yang berkemampuan untuk menikah dan telah sanggup memberi nafkah lahir batin serta dapat menjaga diri, sekalipun tidak segera menikah.
3
3. Wajib artinya bagi seorang laki-laki yang mampu memberi nafkah lahir batin, berkeinginan untuk menikah dan takut tergoda atau terjerumus kepada perbuatan maksiat ( zina ) seandainya tidak segera menikah.
4. Makruh yaitu bagi orang yang berkeinginan tapi belum mampu memberi nafkah (belanja) lahir batin atau mengganggu pihak perempuan dalam melakukan kewajiban ( menuntut ilmu ).
5. Haram bagi orang yang berminat menyakiti wanita yang dinikahinya dan untuk balas dendam kepada keluarga wanita.
Sebagian ulama berpendapat bahwa pada prinsipnya nikah itu hukumnya sunnah yaitu berupa anjuran bagi yang mampu dan berkehendak.
Hadis Nabi Muhammad Rasulullah SAW :
Yang Artinya : “Nikah itu termasuk sunnahku, maka barang siapa yang tidak melaksanakan sunnahku, bukan termasuk golonganku”
C. Tujuan Nikah
Tujuan nikah sejati dalam Islam dengan singkat adalah menuju kemaslahatan dalam rumah tangga, keturunan dan kemaslahatan masyarakat. Untuk mencapai masyarakat yang sejahtera haruslah dimulai dari pembinaan keluarga sejahtera. Jika setiap keluarga sejahtera, maka masyarakat pun akan sejahtera pula.
Adapun yang disebut dengan keluarga sejahtera adalah keluarga yang sehat, kuat rohaninya dan jasmaninya, berbudi pekerti yang luhur serta bertakwa kepada Allah SWT.
Firman Allah SWT , dalam Q.S. ar-Rüm ayat 21:
Artinya:
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri , supaya kamu cendrung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara mu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.S. ar-Rüm ayat 21)
Ayat tersebut mengandung pengertian bahwa diantara tanda-tanda kehebatan Allah yang diperlihatkan kepada manusia adalah :
1. Allah menciptakan istri (pasangan) dari sesama manusia
2. Dengan menemukan istrinya (pasangan) itu akan membawa ketenangan (sakinah)
3. Dorongan untuk bertemunya pasangan itu adalah dikaruniakannya kedalam hati manusia
4. Menyadari hal itu pantaslah manusia beriman dan bersyukur kepadaNya.
Dengan demikian maka tujuan nikah dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk menyalurkan dan memperoleh kasih sayang dari orang lain.
2. Untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah.
3. Mengikuti dan melaksanakan sunah Rasul.
4. Mendapatkan keturunan yang sah dan baik-baik.
D. Ketentuan Nikah
D. Ketentuan Nikah
1. Syarat sah Nikah
Sebelum penikahan dilaksanakan, ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak ( calon suami dan calon istri ), yang disebut syarat agar kedua pernikahan itu sesuai dengan tujuannya.
a. Beragama islam.
b. Bukan mahramnya.
c. Saling mengenal dan suka sama suka.
d. Ada mahar yang dikeluarkan oleh calon suami.
e. Tidak dalam ihram.
f. Tidak bersuami dan tidak dalam iddah bagi calon istri.
1. Pernikahan menjadi sah apabila dipenuhi syarat dan rukunnya.
Adapun yang menjadi rukun nikah ada 4 macam, yaitu :
a. Ada dua calon mempelai
b. Wali (wali mempelai wanita)
c. Ada dua orang saksi
d. Sighat (akad) yang terdiri dari Ijab dan Qabul. Ijab yaitu perkataan dari pihak wali perempuan, seperti kata wali “Saya nikahkan engkau dengan anak saya bernama si Fulanah dengan mahar . . . tunai/kredit”’
Sedangkan Qabul adalah ucapan atau jawaban pihak mempelai laki-laki atas ijab dari wali, seperti ucapannya : “Saya terima nikahnya si Fulanah dengan mahar yang disebutkan, tunai/kredit”.
Adapun pengertian Mahar adalah pemberian wajib dari calon suami kepada perempuan yang akan dinikahi, baik berupa materi ataupun non materi. Jenis – jenis mahar :
1. Mahar hendaknya sederhana( tidak ada batasan baku mengenai besarnya mahar apabila berupa materi, karena dalam nash – nash syar’I tidak ada dalil yang menunjukkan batas maksimal mahar. Adapun batas minimal mahar adalah tidak ada kesepakatan ulamamengenai hal ini karena setiap ulama memiliki pendapatnya masing – masing. Surat annisa ayat 20. Contohnya : berupa emas sebesar biji kurma, uang senilai seratus ribu dirham, seperempat dinar, perak, atau suatu yang suci dan tidak mengandung najis.
2. Mahar memberikan manfaaat optimal Mahar boleh berbentuk uang barang ataupun sesuatu yang bersifat nonmateri. Mahar yang berbentuk uang ataupun barang, hendaknya difikirkan kemanfaatannya bukan sensasi dari adanya mahar tersebut.
Contohnya : seorang laki – laki yang memberikan mahar kepada istrinya uang sejumlah angka yang terbentuk dari tanggal, bulan, tahun pernikahan dengan maksud mengabadikan kenangan dan tentu saja adanya sensasi. Mahar berupa nonmateri : keimanan.
1. Mahar tidak boleh diambil kembali Setelah selesai akad nikah, apalagi telah terjadi hubungan suami istri, mahar tidak boleh di mintai lagi oleh pihak suami. Sebab mahar adalah milik atau hak mutlak istri, kecuali ketika sang istri merelakan sebagian atau seluruh mahar tersebut dikembalikan kepada suami maka tidak ada larangan kepada mereka.
Contohnya: seorang laki- laki menabung sejak muda belia lalu dengan uang tabungan itu dia membeli sebuah rumah sebagi mahar bagi istrinya, setelah akad nikah atau setelah terjadinya hubungan suami istri maka rumah tersebut telah berpindah kepemilikannya menjadi milik sang istri dan suami tidak boleh menyesal karena ia tidak memiliki rumah itu lagi. Konsekuensi hukum dari kepemilikan ini tentu luas apabila suami meninggal dunia maka rumah tersebut bukan merupakan harta yang ikut di wariskan karena bukan miliknya lagi jika seandainya mereka bercerai runah tersebut jatuh pada istri karena rumah tersebut milik istri.
Demikian pila apabila rumah tersebut dijual sang istri maka menjadi hak penuh bagi istri seluruh hasil penjualan tersebut. Rumah bisa berpindah tangan kesuami lagi apabila dengan sukarela sang istri memberikan kembali kepada suami. Dengan demikian mahar harus disepakati kedua belah puhak mengenai bentuk dan jumlahnya sehingga keduanya merasa ridho dan ikhlas.
Adapun susunan wali yang dianggap sah untuk menjadi wali mempelai wanita adalah sebagai berikut :
- Bapak
- Kakek (Bapak dari bapak mempelai wanita)
- Saudara laki – laki seibu – sebapak
- Saudara laki – laki sebapak
- Anak laki – laki dari saudara seibu – sebapak
- Anak laki – laki dari saudara sebapak
- Saudara bapak yang laki – laki
- Hakim
Ø Syarat wali dan 2 orang saksi :
- Islam
- Balig
- Berakal
- Merdeka
- Laki – laki
- Adil
3. Mahram (wanita-wanita yang haram dinikahi)
Menurut Islam tidak semua wanita boleh dinikahi karena disebabkan 3 hal :
a. Mahram Nasab yaitu haram dinikahi karena adanya hubungan keturunan, yang termaksud mahram nasab ada 7 orang :
1. Ibu dan seterusnya ke atas
2. Anak, cucu dan seterusnya ke bawah
3. Saudara perempuan seibu sebapak
4. Saudara perempuan ayah
5. Saudara perempuan ibu
6. Anak perempuan dari saudara laki – laki
7. Anak perempuan dari saudara perempuan
a. Mahram Mushaharah haram dinikahi karena adanya hubungan perkawinan yaitu :
1. Ibu dari istri (mertua)
2. Ibu tiri
3. Anak tiri
4. Istri anak (menantu)
5. Saudara perempuan istri (ipar)
b. Mahram Radha’ah yaitu haram dinikahi karena adanya hubungan sesusuan, yaitu :
1. Ibu yang menyusukan
2. Saudara sesusuan
E. Kewajiaban Suami Istri
Dalam perkawinan terdapat hak dan kewajiban yang timbul dari para suami istri. Kewajiban suami sebagai kepala rumah tangga terhadap istrinya dan anak-anaknya, istri sebagai ibu rumah tangga merupakan hak istri terhadap anak – anaknya.
Adapun kewajiban suami dan istrinya adalah sebagai berikut :
1. Kewajiban Suami
a. Memberi nafkah
Suami wajib memberi nafkah istri dan anak – anaknya sendiri seperti makan, minum, pakaian dan tempak tinggal seperti dari Firman Allah SWT dalam Q.S. An-nisa :34
Yang artinya : “kaum laki – laki adalah pemimpin bagi kaum wanita oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki – laki) atas sebagian yang lain (wanita) dan karena mereka (laki – laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”
b. Memelihara, mendidik, dan memimpin istri dan anak – anak serta bertanggung jawab atas kesejahteraan dan keselamatan anak – anaknya.
c. Berlaku sopan
Berlaku sopan berbuat baik dan memberi kesempatan kepada istrinya untuk bersilaturahmi dengan keluarganya.
1. Kewajiban Istri :
a. Taat kepada suami
b. Menjaga kehormatan diri dan keluarganya
c. Menghargai dan menghormati pemberian suami walaupun sediakt
d. Tidak keluar rumah tanpa seizin suami
e. Memelihara dan mendidik anak-anak dan suaminya
f. Mengatur dan menjaga rumah tangga
g. Memelihara dan menjaga rahasia rumah tangganya.
Allah SWT berfirman dalam Q.S An-nisa : 34
“ Sebab itu maka wanita yang shalehah, ialah yang taat kepada Allah SWT lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena itu Allah telah memelihara mereka. “
F. Talak
Ø Pengertian Talak
Talak menurut bahasa artinya bercerai. Sedangkan menurut istilah adalah seorang suami melapaskan ikatan pernikahannya dengan seorang istri, sekiranya dalam pergaulan suami istri tidak dapat mencapai tujuan perkawinan yang sebenarnya. Bahkan jika pergaulan suami istri tidak terdapat lagi kedamaian, tiada lagi saling mencinta, tiada lagi saling tolong – menolong, perceraian adalah jalan satu – satunya yang harus ditempuh.
Sabda Rasulullah SAW:
“ Dari ibnu umar katanya , telah berkata Rasulullah SAW. Perbuatan yang halal yang amat di benci Allah yaitu talak”.
Ø Hukum Talak
Ditinjau dari kemaslahatan atau kemudharatannya maka hukum talak ada empat, yaitu :
a. Makruh yaitu hukum asal pada talak
b. Sunah yaitu apabila suami tidak lagi memberi nafkah lahir batin dengan cukup.
c. Wajib apabila terjadi perselisihan antara suami dan istri sedangkan hakim memandang perlu supaya keduanya bercerai.
d. Haram dalam dua keadaan :
- Menjatuhkan talak ketika istri dalam keadaan haid.
- Menjatuhkan talak sewaktu dalam keadaan suci dan telah dicampuri dalam keadaan suci tersabut.
Ø Lafaz Talak
Lafaz yang digunakan untuk menjatuhkan talak ada dua macam :
a. Sharih yaitu lafaznya jelas berarti talak. Contoh : Saya ceraikan kamu, Saya talak kamu, engkau saya ceraikan, dan sebagainya. Dengan ucapan semacam itu maka jatuhlah talak, walaupun tidak ada niat dihatinya untuk menceraikan istrinya, baik disengaja maupan tidak disengaja.
b. Kinayah yaitu dengan kata-kata sindiran. Contoh : Pulanglah kamu ke rumah orang tuamu, engkau sekarang bukan istriku lagi, pergilah dari sini, dan sebagainya. Ucapan seperti ini bisa menjatuhkan talak apabila ada niat dihati suami tersebut untuk menceraikannya.
Ø Bilangan Talak
Seorang suami bisa menjatuhkan talak kepada istrinya minimal 3 kali.pada talak satu dan dua, suami berhak rujuk ( kembali ) kepada istrinya sebelum habis masa iddahnya atau nikah lagi apabila masa iddahnya sudah habis. Sebab itu talak satu dan dua di sebut Talak Raj’iyah.
Pada talak tiga, suami tidak boleh rujuk (kembali dan tidak boleh nikah lagi dengan istrinya yang telah diceraikannya itu, kecuali ia telah dinikahi laki-laki lain ( muhalil ) dan sudah digauli serta telah ditalak oleh suami keduanya itu dan telah habis masa iddahnya. Talak tiga ini disebut juga Talak Bain Kubra.
Jenis talak yang lain yaitu Talak Bain Shugra, ialah talak satu dan dua yang diminta oleh istri yang disertai dengan uang tebusan (‘iwadh). Pada talak semacam ini suami tidak boleh rujuk lagi, kecuali harus dengan akad nikah yang baru. Talak semacam ini disebut juga khulu’ (talak tebus).
G. Iddah
Iddah yaitu masa menunggu yang diwajibkan atas istri yang ditalak baik cerai maupun hidup maupun cerai mati. Gunanya supaya diketahui apa istri sedang hamil atau tidak. Dan juga memberi kesempatan kepada mantan suami untuk menggunakan hak rujuknya terhadap istri yang tertolak satu dan dua.
Masa iddah bagi wanita ada lima macam yaitu :
1. Wanita yang tertalak satu atau dua dan masih berhaidh, iddahnya tiga kali suci. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 228 :
Artinya :
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru (suci). (Q.S. Al-Baqarah ayat 228)
2. Wanita yang tertalak dan tidak haid lagi (telah manopause), masa iddahnya adalah tiga bulan. Firman Allah dalam surat at-thalaq ayat 4 :
Artinya :
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (manopause) diantara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan. (Q.S at-thalaq ayat 4)
3. Wanita yang tertalak dalam keadaan hamil, iddahnya sampai melahirkan anak yang dikandungnya. Firman Allah dalam surat at-Thalaq ayat 4 :
Artinya :
Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (Q.S at-Thalaq ayat 4)
4. Wanita yang diceraikan, namun belum digauli tidak ada masa iddhanya. Firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 49 :
Artinya :
Kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya. Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka iddha bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. (Q.S. al- ahzab ayat 49)
5. Wanita yang cerai mati (suaminya wafat) iddahnya 4 bulan 10 hari. Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 234 :
Artinya :
Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menagguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari. (Q.S al-Baqarah ayat 243).
A. Rujuk
1. Pengertian Rujuk
Rujuk ialah suami kembali kepada istrinya yang telah diceraikan, untuk mewujudkan pernikahan semula sesuai dengan ketentuan agama. Rujuk artinya kembali, dan yang dimaksud disini adalah kembali kepada ikatan pernikahan. Rujuk itu memerlukan akad nikah baru karena akad nikahnya belum terputus.
1. Hukum Rujuk
Sama halnya hukum nikah, hukum rujuk pada dasarnya adalah boleh ( jaiz ). Kemudian bisa menjadi haram, makruh, sunah dan wajib.
a. Haram apabila diniatkan niat rujuknya hanyalah untuk menyakiti si istri, atau agar si istri lebih menderita.
b. Makruh bila diketahui bahwa meneruskan peceraian lebih bermanfaat bagi keduanya dibandingkan jika keduanya rujuk.
c. Sunah, jika diketahui bahwa rujuk lebih baik dibandingkan dengan meneruskan perceraian.
d. Wajib, khusus bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu jika salah seorang ditolak sebelum gilirannya disempurnakan.
2. Syarat suami merujuk istri
a. Dengan kehendak sendiri (tidak ada paksaan dari orang lain).
b. Dengan perkataan, baik secara terang-terangan maupun dengan sindiran.
c. Ada dua saksi.
A.Hikmah Nikah
Mewujudkan keluarga sakinah menurut ajaran Islam dimulai dengan memberi pedoman pemilihan jodoh, Islam telah mengajarkan suatu batasan-batasan sebagai norma dalam mencari calon istri dan sebaliknya juga mencari calon suami. Sabda Nabi SAW :
“Kami nikahi wanita itu dengan syarat, karena hartanya, karena keturunannya, karena cantiknya, karena agamanya, maka pilihlah yang terbaik karena agamanya, semoga kamu semua diselamatkan Allah SWT”. (H.R.Bukhari dan Muslim)
Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam pernikahan diantaranya :
1. Kesempurnaan ibadah
2. Kelangsungan keturunan
3. Ketenangan batin
4. Meningkatkan ekonomi keluarga
5. Terpelihara dari dosa dan noda (zina)
6. Terjalin ukhawah satu keluarga, suami istri yang mana pertalian itu akan menjadi satu jalan yang membawa kepada bertolong-tolongan.
A. Sekilas Tentang UU No.1 Tahun 1974
UU no.1 Tahun 1974 tentang perkawinan terdiri dari 14 bab dan terbagi dalam 67 pasal.
1. Pengertian dan tujuan perkawinan
Dalam bab 1 pasal 1 Uu no 1 tahun 1974 dijelaskan bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa”.
2. Sahnya perkawianan dan kewajiban pencatatan perkawinan
Bab 1 pasal 2 ayat 1 : Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing – masing agamanya dan kepercayaannya.
Bab 1 pasal 2 ayat 2 : Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia ada dua instansi yang bertugas mencatatnya, yaitu KUA bagi yang beragama Islam dan Kantor Catatan Sipil Bagi non muslim.
3. Peranan peradilan Agama dalam penetapan talak menurut UU No. 1 tahun 1974 dan UU No. 7 tahun 1989.
a. Menurut UU No. 1 tahun 1974 bahwa perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
kedua belah pihak.b. Menurut UU No. 7 1989 menyatakan bahwa seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan istrinya harus mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidang. Pihak pengadilan mempelajari isi surat tersebut dalam waktu selambatnya 30 hari, kemudian memangil yang bersangkutan untuk diminta penjelasannya.
Pengadialan memutuskan untuk mengadakan sidang dan menyutujui perceraian apabila terdapat alasan-alasan yang kuat dari kedua belah pihak.
H. Tentang Poligami
Dalam UU No. 1 tahun 1974 pasal 1 yahun 1974 pasal 1 ayat 1,2 : menyatakan bahwa pada dasarnya dalam satu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seoarang istri. Seorang perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami. Seorang suami yang akan beristri lebih dari satu orang (poligami) wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan dengan persyaratan:
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri.
b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c. Istri tidak dapat memberi keturunan.
Persyaratan lain adalah :
a. Adanya persetujuan dari istri baik lisan maupun tulisan.
b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup seluruh keluarga.
c. Adanya jaminan suami akan berlaku adil kepada semua istri dan anak-anaknya. Kesimpulan
Pernikahan dalam islam atau “Munakahat” merupakan bagian dari hukum islam yang mengatur pernikahan, menetapkan syarat-syarat dan rukun nikah dan menyebutkan kewajiban yang perlu ditaati oleh suami maupun istri untuk membetuk suatu keluarga yang bahagia. Secara etimologi (bahasa) nikah artinya berkumpul, bergaul, atau bercampur menjadi satu yang biasa disebut kawin. Secara terminologi (istilah) nikah adalah suatu akad (ikatan perjanjian) yang disertai ijab qabul dan menyebabkan halalnya pergaulan seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri serta timbulnya hak dan kewajiban bagi keduanya.Dalam pernikahan juga ada hukum, tujuan, syarat, rukun serta ketentuan-ketentuan yang telah di atur oleh agama dengan sedemikian lengkapnya sehingga kita sebagai makhluknya dapat menerapkan di dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar